DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) punya nafsu besar untuk memperbaiki citra mereka yang sudah terjun bebas ke titik nol. Saking besarnya nafsu itu, DPR mampu melihat semut di seberang lautan sehingga gajah di pelupuk mata mereka tidak terlihat atau pura-pura tidak terlihat.
Lembaga tempat berkumpul para wakil rakyat itu kini getol mengatur dua hal, yaitu peliputan wartawan dan rok mini. Mengenai peliputan wartawan, DPR bahkan sudah rampung menyusun Rancangan Peraturan tentang Tata Tertib Peliputan Pers pada Kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat.
Itulah instrumen DPR untuk membatasi ruang gerak wartawan yang selama ini dinilai menonjolkan tabiat buruk dewan dalam pemberitaan. Aturan peliputan itu menuai reaksi keras sehingga untuk sementara pemberlakuannya ditunda.
Bukan hanya wartawan yang hendak diatur DPR, melainkan juga perihal berpakaian staf anggota dewan. DPR membuat aturan baru, yaitu melarang staf anggota dewan mengenakan rok mini.
Argumentasi di balik aturan itu ialah banyaknya pemerkosaan karena banyak perempuan mengenakan rok mini. Alasan yang dangkal, yang menimbulkan pertanyaan bumerang, mengapa anggota DPR begitu sensitif terhadap rok mini staf anggota dewan? Apakah dirty mind anggota DPR sudah begitu kotornya sehingga bisa memerkosa gara-gara rok mini?
Semua itu membuat DPR tampak kian konyol karena lebih sibuk mengurus rok mini pegawai daripada memperbaiki integritas diri sendiri. Padahal, banyak benar kelakuan buruk anggota DPR yang harus diperbaiki.
Contohnya, DPR yang waras mestinya malu jika ruang rapat paripurna lebih banyak diisi kursi kosong. Tidakkah lebih baik DPR melecut anggota DPR yang malas daripada mengurus rok mini?
Contoh lain, DPR mestinya introspeksi mengapa jumlah anggota dewan yang digiring ke bui akibat korupsi meningkat dari tahun ke tahun.
Contoh lain lagi, bisakah DPR mengakhiri tabiat buruk pelesir ke luar negeri yang dibungkus studi banding? Saat ini Komisi III DPR sedang ke Prancis dan Jerman dengan alasan studi banding mengenai lembaga pemberantasan korupsi sejenis KPK di kedua negara itu. Hasilnya akan dijadikan masukan untuk revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
KPK berharap studi banding itu bertujuan memperkuat kewenangan KPK, bukan sebaliknya memereteli kewenangan KPK.
Mengapa DPR sensitif terhadap rok mini orang, tetapi tidak menyadari bahwa studi banding ke luar negeri itu hanya akal-akalan untuk menghambur-hamburkan uang negara?
Semua itu merupakan masalah-masalah 'gajah' di depan mata yang justru tak terlihat. Yang tampak malah rok mini.
Bangsa ini sangat membutuhkan lembaga perwakilan rakyat yang cerdas mencari akar persoalan bangsa dan negara serta cerdas pula menawarkan alternatif solusi. Bukan DPR yang sibuk mengurus rok mini.
0 komentar:
Posting Komentar